Pada suatu hari, di sebuah sekolah dasar yang terkenal dengan cerita-cerita seramnya, sekelompok murid menemukan sebuah teka-teki angka horor yang mengubah hidup mereka selamanya. Teka-teki itu bukanlah teka-teki biasa, tetapi sebuah teka-teki angka yang penuh misteri dan menyimpan rahasia yang sangat menakutkan. Mereka yang mencoba memecahkan teka-teki angka horor ini selalu mengalami kejadian aneh dan menyeramkan. Siapakah yang berani mencoba memecahkan teka-teki itu?
Di sebuah kelas di Sekolah Dasar Harapan, ada kelompok murid yang sangat menyukai petualangan. Mereka adalah Budi, Nia, Ari, dan Santi. Suatu hari, mereka menemukan sebuah kertas aneh di meja kelas setelah jam pelajaran matematika selesai. Kertas itu tampak tua, berwarna kecokelatan seperti sudah usang, dengan tulisan angka-angka yang acak dan tidak beraturan.
Budi, yang paling penasaran di antara mereka, mengambil kertas itu dan membaca tulisan di bagian atas: “Teka-Teki Angka Horor.” Di bawahnya, ada serangkaian angka yang membingungkan: 8-2-5-7-1-4-6-3-9.
“Kenapa disebut teka-teki angka horor?” tanya Nia dengan suara pelan, merasa bulu kuduknya merinding.
“Aku juga tidak tahu,” jawab Budi. “Tapi aku rasa ini tantangan buat kita. Siapa tahu ada sesuatu yang menarik di balik teka-teki ini.”
Ari dan Santi, yang semula ragu, akhirnya setuju untuk mencoba memecahkan teka-teki itu bersama-sama. Mereka duduk melingkar dan mulai memperhatikan angka-angka itu dengan seksama. Santi, yang terkenal cerdas dalam matematika, mencoba mencari pola di antara angka-angka itu, tetapi tidak berhasil menemukan apa pun.
“Tunggu,” kata Ari tiba-tiba. “Bagaimana jika kita mencoba menjumlahkan angka-angka ini?”
Mereka mulai menjumlahkan angka-angka tersebut, tetapi hasilnya hanya angka biasa, tidak ada yang aneh. Namun, saat mereka menuliskan hasilnya, tiba-tiba lampu di kelas berkedip-kedip. Mereka terkejut, dan seketika merasa suasana menjadi lebih dingin. Angin dingin bertiup dari jendela yang sebelumnya tertutup rapat.
“Ini aneh,” bisik Nia sambil merangkul bahunya sendiri untuk mengusir dingin. “Mungkin sebaiknya kita berhenti.”
Tapi Budi tetap keras kepala. “Tidak, kita harus menyelesaikan teka-teki ini. Jangan takut, ini hanya angka-angka.”
Mereka melanjutkan pencarian mereka, mencoba berbagai kombinasi, namun setiap kali mereka menulis sesuatu yang salah, lampu akan berkedip lebih cepat, dan suara-suara aneh mulai terdengar. Suara itu seperti bisikan, namun tidak jelas apa yang dibisikkan. Mereka mulai merasa takut, tetapi Budi masih penasaran.
Akhirnya, Budi menemukan sesuatu. “Lihat! Jika kita susun angka-angka ini secara vertikal, mereka membentuk sebuah pola.”
Pola itu menyerupai angka 13. Mereka semua terdiam. Di sekolah itu, angka 13 dikenal sebagai angka sial, sering dikaitkan dengan cerita-cerita seram.
“Tapi, ini hanya angka,” kata Santi dengan suara gemetar, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
Namun tiba-tiba, papan tulis di depan kelas mulai menulis sendiri. Angka-angka muncul satu per satu, membentuk sebuah pesan: “SELESAIKAN TEKA-TEKI INI, ATAU KALIAN AKAN TERKUTUK.”
Keempat anak itu merasa semakin takut. Nia mulai menangis, sedangkan Ari merasa kakinya gemetar. Tetapi Budi tetap bertekad. “Kita tidak bisa berhenti sekarang. Kita harus menyelesaikan ini.”
Mereka melihat kembali angka-angka itu. “Bagaimana jika angka-angka ini adalah urutan yang menunjukkan posisi dari sesuatu?” tanya Budi.
Ari kemudian mengambil buku pelajaran matematika mereka dan mulai mencari halaman-halaman yang sesuai dengan urutan angka tersebut: halaman 8, 2, 5, 7, 1, 4, 6, 3, 9. Di setiap halaman itu, ada sebuah kata yang dilingkari. Ketika mereka menggabungkan kata-kata tersebut, terbentuklah kalimat: “Cari di bawah meja.”
Dengan hati-hati, mereka mulai memeriksa di bawah meja masing-masing. Nia yang pertama kali menemukan sebuah kotak kecil yang tersembunyi di bawah mejanya. Kotak itu terkunci, tetapi ada kombinasi angka di atasnya. Mereka menyadari bahwa kombinasi angka itu mungkin adalah jawaban dari teka-teki yang mereka coba selesaikan.
Budi, dengan tangan yang gemetar, memasukkan angka 8-2-5-7-1-4-6-3-9. Dengan suara pelan, kotak itu terbuka. Di dalamnya ada selembar kertas yang lebih tua lagi, dengan tulisan yang tampak memudar: “Kamu telah menyelesaikan teka-teki angka horor ini. Tetapi kutukan masih akan mengejarmu…”
Seketika, mereka mendengar suara keras seperti pintu terbanting. Angin dingin kembali menerpa mereka, dan lampu mati total. Dalam kegelapan, mereka bisa mendengar suara langkah kaki pelan mendekat.
Mereka semua berdiri, bersiap untuk lari. Tetapi, ketika lampu kembali menyala, mereka melihat seorang pria tua berdiri di depan pintu kelas, dengan mata yang kosong dan senyuman menyeramkan.
“Selamat,” kata pria tua itu dengan suara serak. “Kalian telah memecahkan teka-teki angka horor, tetapi ada satu teka-teki terakhir yang harus kalian selesaikan… Apakah kalian bisa menemukan jalan keluar sebelum aku datang untuk mengambil kalian?”
Keempat anak itu saling memandang dengan ketakutan. Mereka tahu bahwa teka-teki ini belum berakhir, dan kini mereka terjebak dalam permainan horor yang mengerikan.
Mereka harus mencari petunjuk selanjutnya, atau mereka tidak akan pernah bisa keluar dari kelas itu.
Sejak hari itu, banyak yang bilang bahwa jika kamu mendengar suara langkah di malam hari di sekolah, itu adalah mereka — sekelompok anak yang berusaha memecahkan teka-teki angka horor yang tak pernah selesai.
Baca juga kisah menegangkan ini: Guru Matematika Menakutkan
Pitutur Cendekia:
Cerita ini mengajak pembaca untuk merasakan ketegangan saat berusaha menyelesaikan teka-teki angka horor, dengan pesan bahwa rasa penasaran dan keberanian kadang bisa membawa kita pada situasi yang tak terduga.
Dikisahkan kembali oleh: Kak Ana | Rumah Pendampingan Belajar PITUTUR | Penemu Metode PETA MATEMATIKA